Rabu, 26 September 2012

Perubahan Iklim Global

Kejadian pemanasan bumi tersebut sama dengan kondisi di dalam rumah kaca yang memungkinkan sinar matahari untuk masuk tetapi energi panas yang keluar sangat sedikit, sehingga suhu di dalam rumah kaca sangat tinggi. Dengan demikian pemanasan global yang terjadi disebut juga Efek Rumah Kaca dan gas yang menimbulkannya disebut Gas Rumah Kaca (GRK) dan untuk memudahkan perhitungan dalam penurunan emisi, semua gas dinyatakan dalam ekivalen terhadap CO2.




Gambar 2. Peningkatan konsentrasi 3 gas utama penyusun GRK CO2, CH4, N2O di atmosfer (IPCC, 2007)


PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

Pada tahun 2007 Indonesia didaulat sebagai salah satu Negara penghasil emisi GRK terbesar di dunia, terutama berasal dari kegiatan alih guna lahan hutan dan pengeringan lahan gambut menjadi lahan pertanian (Tabel 2). Negara emitor GRK terbesar adalah USA dan China, jumlah GRK yang diemisikan dua kali lipat lebih besar dari emisi asal Indonesia. Bedanya, emisi GRK dari kedua negara industri tersebut berasal dari penggunaan bahan bakar fossil dan industri.

Agus dan Van Noordwijk (2007) melaporkan bahwa pembakaran hutan alami pada lahan gambut menyebabkan pelepasan CO2 sebanyak 734 ton ha-1 yang berasal dari C yang tersimpan di vegetasi sebasar 200 ton ha-1. Tetapi jumlah tersebut mungkin masih lebih rendah dari jumlah CO2 yang diemisikan sebenarnya, karena selama pembakaran hutan lapisan atas gambut juga terbakar dan melepaskan CO2. Seandainya gambut yang terbakar setebal 10 cm, maka akan terjadi penambahan emisi CO2 sebesar 220 ton ha-1 karena tanah gambut mengandung C sekitar 6 ton ha-1 cm-1. Setelah pembakaran hutan, biasanya lahan dialih-fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit, HTI atau tanaman semusim. Cara pengelolaan paska pembakaran (terutama berhubungan dengan pengeringan dan pengolahan tanah) sangat mempengaruhi besarnya emisi CO2 berikutnya. Pembuatan saluran drainase sedalam 80 cm pada kebun sawit, diestimasi akan mengemisikan CO2 sebanyak 73 ton ha-1 th-1. Jadi berarti dalam satu siklus tanam sawit (25 tahun) akan mengemisikan CO2 sebanyak 1820 ton ha-1. Suatu jumlah pelepasan yang sangat besar, yang mungkin terlewatkan dalam penghitungan neraca C di skala global saat ini.


DAMPAK PEMANASAN GLOBAL DAN SIAPA YANG MENDERITA?

Dampak dari pemanasan global terhadap lingkungan dan kehidupan, dapat dibedakan menurut tingkat kenaikan suhu dan rentang waktu (Gambar3). Bila suhu bumi meningkat hingga 3oC, diramalkan sebagian belahan bumi akan tenggelam, karena meningkatnya muka air laut akibat melelehnya es di daerah kutub, misalnya Bangladesh akan tenggelam. Bencana tzunami akan terjadi lagi di beberapa tempat, kekeringan dan berkurangnya beberapa mata air, kelaparan dimana-mana. Akibatnya banyak penduduk dari daerah-daerah yang terkena bencana akan mengungsi ke tempat lain. Peningkatan jumlah pengungsi di suatu tempat akan berdampak terhadap stabilitas sosial dan ekonomi, kejadian tersebut sudah sering kita dengar terjadi di Indonesia paska bencana.

(http://meylya.files.wordpress.com/2008/10/pemanasan.jpg)

Perubahan yang lain adalah meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Perubahanperubahan tersebut akan berpengaruh terhadap hasil pertanian, berkurangnya salju di puncak gunung, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis flora dan fauna. Akibat perubahan global tersebut akan mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam perencanaan dan pengembangan wilayah, pengembangan pendidikan dan sebagainya. Guna menghindari terjadinya bencana besar yang memakan banyak korban, para ilmuan telah bekerja keras membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global.

Gambar 3. Skema dampak pemanasan global terhadap kehidupan dan lingkungan di dunia dan konsekuensinya terhadap stabilitas pangan, sosial dan budaya akibat banyaknya bencana yang diramalkan akan terjadi pada seratus tahun mendatang.
(http://learningfundamentals.com.au/wpcontent/uploads/combating-global-warming-map.jpg)


1. Tinggi muka laut

Peningkatan suhu atmosfer akan diikuti oleh peningkatan suhu di permukaan air laut, sehingga volume air laut meningkat maka tinggi permukaan air laut juga akan meningkat. Pemanasan atmosfer akan mencairkan es di daerah kutub terutama di sekitar pulau Greenland (di sebelah utara Kanada), sehingga akan meningkatkan volume air laut. Kejadian tersebut menyebabkan tinggi muka air laut di seluruh dunia meningkat antara 10 - 25 cm selama abad ke-20. Para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut akan terjadi pada abad ke-21 sekitar 9 - 88 cm (Gambar 4).


Gambar 4. Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.


Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 % daerah Belanda, 17.5% daerah Bangladesh dan banyak pulau-pulau. Dengan meningkatnya permukaan air laut, peluang terjadi erosi tebing, pantai, dan bukit pasir juga akan meningkat. Bila tinggi lautan mencapai muara sungai, maka banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Bahkan dengan sedikit peningkatan tinggi muka laut sudah cukup mempengaruhi ekosistem pantai, dan menenggelamkan sebagian dari rawa-rawa pantai. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi penduduk dari daerah pantai.


2. Mencairnya es di kutub utara

Para ilmuan juga memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil, akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara sehingga populasi flora dan fauna semakin terbatas. Pada daerah-daerah pegunungan subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair dan musim tanam akan lebih panjang di beberapa area.


3. Jumlah curah hujan

Meningkatnya suhu di atmosfer akan berpengaruh terhadap kelembaban udara. Pada daerah-daerah beriklim hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan, sehingga akan meningkatkan curah hujan, rata-rata, sekitar 1 % untuk setiap 1oC F pemanasan. Dalam seratus tahun terakhir ini curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 %. Intensitas curah hujan telah meningkat akhir-akhir ini bila dibandingkan dengan waktu 1950 -1999. Para ahli telah memperkirakan perubahan curah hujan yang akan terjadi di Asia Tenggara (Lal et al., 2001 dalam Santoso dan Forner, 2006) bahwa presipitasi di Asia Tenggara akan meningkat 3.6% di tahun 2020-an dan 7.1% di tahun 2050, serta 11.3% di tahun 2080-an.

Dengan menggunakan model simulasi (IS92a pakai dan tanpa aerosol) diperkirakan iklim di Asia Tenggara akan menjadi lebih panas dan lebih basah dari pada kondisi yang kita miliki saat ini (Gambar 5). Dengan berpeluang besar untuk terjadi banjir dan longsor di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Kajian dampak (impact study) perubahan musim terhadap frekuensi kejadian kondisi ekstrim per tahunnya mungkin lebih penting dari pada meningkatnya jumlah curah hujan yang terjadi. Pada Gambar 6 dapat dilihat hasil prediksi 2 model (HadCM3 dan GISS_ER) akan perubahan musim di Indonesia. Prediksi variabilitas iklim dan ramalan musim tersebut akan sangat bermanfaat di masa yang akan datang untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat akan datangnya bencana, agar tingkat kerugian dan jumlah korban bisa diminimalkan.

Masyarakat seluruh dunia akan terkena dampak perubahan iklim. Tetapi negara dan masyarakat miskinlah yang paling rawan terkena dampaknya. Negara kepulauan kecil dan negara berkembang yang merupakan penyumbang terkecil pada emisi GRK, justru akan mengalami dampak paling besar dan paling tidak siap menghadapi perubahan iklim. Sebagai contoh, negara-negara pulau kecil di Pasifik hanya menyumbangkan 0.06% dari total emisi seluruh dunia, tetapi akan menjadi korban paling pertama akibat naiknya permukaan air laut. Demikian pula, masyarakat miskin di pesisir yang akan menjadi korban terlebih dahulu.


Gambar 6. Perbedaan hasil prediksi perubahan pola sebaran hujan menurut model HadCM3 dan GISS_ER, namun keduanya memprediksi akan terjadi kondisi ektrim basah dimusim penghujan dan ekstrim kering di musim kemarau (Dikutip dari: Santoso dan Forner, 2006)


Indonesia, sebagai salah satu negara tropis akan paling menderita terkena dampak pemanasan global. Dampak pemanasan global di lapangan ditandai dengan munculnya bencana alam terutama berkaitan dengan adanya penurunan sumber daya alam (SDA) baik ditingkat plot, lansekap/nasional dan global, yang penanganannya memerlukan pemahaman yang mendalam. Penurunan SDA yang umum dihadapi di tingkat nasional umumnya berhubungan dengan (1) Air baik kuantitas maupun kualitasnya, (2) Biodiversitas fauna dan flora, (3) Keindahan lansekap, dan (4) Kualitas udara.

Dampak-dampak tersebut di atas memang sering dikatakan sebagai ”diperkirakan”, tetapi perubahan pola cuaca, intensitas hujan dan musim kering, serta peningkatan bencana sudah mulai kita rasakan sekarang, tidak perlu menunggu 2030 atau 2050. Kalau peningkatan suhu rata-rata bumi tidak dibatasi pada 2oC maka dampaknya akan sulit dikelola manusia maupun alam! Guna meredam penderitaan masyarakat yang berkepanjangan di masa yang akan datang, maka kebijakan pengelolaan lahan baik kehutanan maupun pertanian harus bersifat ADAPTASI terhadap iklim baru yang sinergi dengan upaya MITIGASI terhadap perubahan iklim global. Kegiatan adaptasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menekan dampak perubahan iklim baik secara antisipatif maupun reaktif. Sedangkan kegiatan mitigasi dilakukan sebagai salah satu upaya menurunkan efek gas rumah kaca sehingga dapat memperlambat laju pemanasan global. Bahasan dalam buku ini difokuskan kepada upaya INAFE (The Indonesian Network for Agroforestry Education) dalam mempersiapkan generasi mendatang untuk dapat beradaptasi dengan kondisi iklim global yang telah berubah, melalui perbaikan perbaikan strategi pendidikan Agroforestri di Perguruan Tinggi seluruh Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman